Kamis, 22 Januari 2015

ilmu pengetahuan teknologi dan kemiskinan


ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN KEMISKINAN
·        
 ILMU PENGETAHUAN
“Ilmu Pengetahuan” lazim digunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari dua kata, “ilmu” dan “pengetahuan”, yang masing-masing mempunyai identitas sendiri-sendiri. Dalam membicarakan “pengetahuan” saja akan menghadapi berbagai masalah, seperti kemampuan indera dalam memahami fakta pengalaman dan dunia relitas, hakikat pengetahuan, kebenaran, kebaikan, membentuk pengetahuan, sumber pengetahuan, dan sebagainya.
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif diperlakukan sikap yang bersifat ilmiah. Bukan membahas tujuan ilmu, melainkan mendukung dalam mencapai tujuan ilmu itu sendiri, sehingga benar-benar objektif, terlepas dari prasangka pribadi yang bersifat subjektif. Sikap yang bersifat ilmiah itu meliputi empat hal:
a.       Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif.
b.      Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
c.       Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap alat indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu
d.      Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori, maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.

·         TEKNOLOGI

Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan, bahwa ilmu pengetahuan (body of knowledge), dan teknologi sebagai suatu seni (state of art) yang mengandung pengertian berhubungan dengan proses produksi, menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja, dan keterampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi.
Dari batasan di atas jelas, bahwa teknologi sosial pembangunan memerlukan semua science dan teknologi untuk dipertemukan dalam menunjang tujuan-tujuan pembangunan. Teknologi memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis.
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Rasionalitas, artinya tidak spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
b.      Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.
c.       Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan serta otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis.
d.      Teknik berkembang pada suatu kebudayaan.
e.       Mononisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.
f.       Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ideologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan.
g.      Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.

Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian-bagian yang dapat dibeda-bedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan dari suatu sistem interaksi dengan sistem-sistem lain dalam kerangka nasional. Saat ini sudah dikonstantasi, bahwa negara-negara teknologi maju telah memasuki tahap superindustrialisme, melalui inovasi teknologis tiga tahap: a). Ide kreatif, b). Penerapan praktisnya, dan c). Difusi atau penyebarluasan dalam masyarakat. Ketiga tahap ini merupakan siklus yang menimbulkan bermacam-macam ide kreatif baru sehingga merupakan reaksi berantai yang disebut proses perubahan.
Akselerasi perubahan secara drastis dapat mengubah mengalirkan “situasi”. Dalam hal ini situasi dapat dianalisis menurut lima komponen dasar, yaitu benda, tempat, manusia, organisasi, dan ide.hubungan kelima komponen itu, ditambah dengan faktor waktu, membentuk kerangka pengalaman sosial.


·         ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI

Ilmu pengetahuan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini lebih besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nlai, moral atau segi-segi manusiawinya.
Masalah nilai kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menyangkut perdebatan sengit dalam menduduki perkarakan nilai dalam kaitannya dengan ilmu dan teknologi. Sehingga kecenderungan sekarang ada dua pemikiran yaitu, yang menyatakan ilmu bebas nilai dan yang menyatakan ilmu tidak bebas nilai. Sebenarnya yang penting dalam permasalahan ini mengaitkan dalam konteks yang bagaimana kedua pemikiran itu dapat dinyatakan.
Ilmu dapat dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika (Jujun S.Suriasumantri, 1984). Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuan yang diakui secara umum dan universal sifatnya. Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia, dan perilakunya baik secara individu atau kelompok. Ilmu sebagai paradigma ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu: ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud benda yang menjadi objek penelaahannya. Atau dengan kata lain ontologis merupakan objek formal dari suatu pengetahuan. Epistemologis merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan ilmu pengetahuan. Epistemologi ilmu tercermin dalam kegiatan metode ilmiah. Sedangkan aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan. Ketiga komponen ini erat kaitannya dengan nilai atau moral.

·         KEMISKINAN
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada dibawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dll (Emili Salim,1982). Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal: 1). Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan, 2). Posisi manusia dalam lingkungan sekitar, dan 3). Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Ciri-ciri seseorang yang hidup dibawah garis kemiskinan:
a.       Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan dan sebagainya,
b.      Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha,
c.       Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan,
d.      Kebanyakan  tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed), berusaha apa saja,
e.       Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.

·         PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM KAITANNYA DENGAN KEMISKINAN
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemiskinan terkait secara struktural. Untuk mengendalikan atau mengatasi segala akibatnya dari kaitan struktural ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemiskinsn tersebut perlu pengendalian dengan asas moral, etika, atau ajaran-ajaran agama, sehingga mengetahuinya yang harus dan apa yang jangan dilakukan, dengan counter play sejati yang bersifat normatif dan transenden, yaitu Tuhan

DAFTAR   PUSTAKA                                                                                                               M.Munandar Soelaeman , Dr , ILMU SOSIAL DASAR , REFIKA ADITAMA , MEI 1986.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar